Semua serba dadakan. Obsesi antimainstream ane
bersama seorang teman untuk bertualang ke daerah Jawa Timur akhirnya mendekati
titik temu. Kebetulan ada long wiken dipenghujung minggu ini. Plus ada libur dadaksan
di kantor. Tiba-tiba saja muncul ide spontan di kepala ane: BROMO..!! Wuiiii..ane
belum pernah kesana. Sepertinya keren. Apalagi objek wisata yang satu ini sudah
begitu familiar di mancanegara. Namun ada satu tantangan yang mesti
dipertimbangkan. Antara Jawa Barat dan Jawa Timur itu jaraknya cukup jauh. Bisa
habis seharian di perjalanan. Kalau PP? berarti tinggal di kali dua. Artinya,
udah abis dua harian cuma buat di jalan doang. Keterbatasan waktu memunculkan
dua pilihan berat yang mesti diambil: mau hiking ke Bromo aja atau traveling
muter-muter Jawa Timur doang? Mesti pilih salah satu.
Berhubung udah lama ga hiking, kami akhirnya sepakat untuk hiking ke Bromo aja. Jika masih ada waktu lebih, baru deh plan B-nya backpacking keliling Jawa Timur. Waktu persiapan yang pendek bikin kita udah ga sempat lagi buat survey-survey rute ataupun survey lokasi-lokasi wisata disana. Prinsipnya sederhana: yang penting berangkat, nanti gimana ntar aja..haha.. Soal itinerary? Ntar nyusul belakangan. Dibuat bertahap aja nanti selama diperjalanan. Akibatnya? Tentunya banyak kejutan-kejutan kecil yang kita temui. Khusus di artikel ini ane rangkum 4 kesalahan fatal yang kita lakukan selama perjalanan hiking ke Bromo beberapa waktu lalu. Mudah-mudahan dapat dipetik hikmah dan pelajaran. Dan semoga agan-agan sekalian tidak mengulangi kesalahan yang sama :)
Kesalahan
1 : Bromo adalah sebuah gunung yg seru buat hiking (jalur pendakian umum)
Nah, ini nih kesalahan fatal pertama ane. Akibat survey super singkat, ane hanya sempat dapet informasi singkat sebatas 2 hal ini doang:
- Bromo adalah sebuah gunung
- Lokasinya ada di daerah Jawa Timur
Namun gimana rute detail kesananya itu ane sama
sekali belum paham. Teman ane pun juga sama aja nge-blank-nya..wakwkwk.. Waktu
super singkat hanya sempat kita gunakan untuk sebatas nyiapin perlengkapan
hiking dan reservasi tiket PP: Jakarta – Surabaya dan Malang - Jakarta saja. Asumsi ane waktu
itu: Bromo adalah sebuah gunung yang seru
buat hiking, jalur pendakiannya terbuka buat umum, bakalan rame nih hiking
bareng anak-anak yang lain disana ntar. Hmm, alangkah sotoy nya ane waktu
itu...xixixi..
Kenyataannya? Jauh api dari panggang. Bromo
bukanlah tempat hiking yang lazim buat masyarakat umum (setidaknya sebagaimana
yang ane temui waktu itu). Cuma kita bertiga doang yang full hiking,
puter-puter ga jelas di area pegunungan tersebut. Lho yang lain kemana?
Bukannya rame pengunjung? Iyaa..rame banget, tapi ga ada yang hiking. Semua
kemana-mana pada naik mobil jip. Yup, rata-rata pengunjung PADA NAIK JIP!! Jip
adalah transportasi yang lazim digunakan oleh mayoritas pengunjung di area
wisata Bromo. Rata-rata mobilnya sekelas Toyota Hardtop. Pas agan baru nyampe
sana, bakalan banyak calo-calo yang nawarin jasa penyewaan jip. Sebagian kecil pengunjung
ada yang pakai motor sendiri atau naik ojek.
Trus ada yang jalan kaki ga?
~ Ada!
Berapa orang?
~ Cuma 3 orang: ane beserta 2 orang teman ane!
Trus ada yang jalan kaki ga?
~ Ada!
Berapa orang?
~ Cuma 3 orang: ane beserta 2 orang teman ane!
Hiking melintasi Lautan Pasir Bromo |
Akibat dari
kesalahan tersebut:
Cuma ada satu area kemping di daerah tersebut
yaitu di Cemoro Lawang. Artinya selama perjalanan kita kemping nya cuma satu
malam doang disana. Sisanya kita tidur ngegembel dimana-mana:
- Malam ke 1 -> tidur di bandara Juanda, Surabaya (ga pake tenda, ngehampar doang)
- Malam ke 2 -> camping di Cemoro Lawang, Bromo (ini satu-satunya tidur yg pake tenda dan peralatan camping set)
- Malam ke 3 -> tidur di basecamp pendakian Semeru, di Tumpang, Malang (ngehampar doang pake sleeping bag, ga pake tenda)
- Malam ke 4 -> tidur di alun-alun kota Malang (ngehampar doang pake sleeping bag, ga pake tenda)
- Malam ke 5 -> tidur di stasiun Pasar Senen, Jakarta (ngehampar doang pake sleeping bag, ga pake tenda)
Padahal kita udah bawa tenda sewaan buat 5 hari
full dari rumah. Lengkap dengan kompor, misting, parafin, matras, dll.
Kenyataannya, camping set tersebut cuma kita pake buat nge-camp semalam doang (pas
pada malam ke 2 aja). Namun tetap aja kita mesti terus menenteng semua
perlengkapan tersebut kemana-mana. Lumayan bikin punggung dan bahu cenat cenut..T.T
Hikmah yang
dapat diambil:
- Beruntungnya waktu itu kita milih jalur masuk
Bromo via Surabaya (Probolinggo). Ternyata jalur masuk ke Bromo via Malang (Jemplang-Tumpang)
ditutup karena sedang dalam perbaikan jalan. Info ini justru baru kita dapatkan
belakangan pas udah nyampe di Bromo.
- Walaupun nenteng perlengkapan kemping komplit
kemana-mana, but its okey. Lebih baik bawa perlengkapan lebih, daripada
kelaparan/kedinginan di tengah jalan.
- Akhirnya kesampaian juga nyobain perjalanan ala
gembel di negeri sendiri, dengan beberapa variasi tempat nginep dalam satu trip,
yakni di bandara, kemping di gunung, di basecamp, di alun-alun kota, dan di stasiun
kereta. Yess!! Haha..
Belajar
dari kesalahan:
- Perlunya membuat persiapan perjalanan
(itinerary) yang lebih baik dan terencana, agar perjalanan berjalan dengan
tenang, lancar, efektif, dan efisien.
- Ga bikin itinerary detail? Maka siap-siap menemui
berbagai kejutan kecil yang menegangkan di sepanjang perjalanan. Opsi yang ini
seru juga lho! :D
- Kalau agan ga mau ribet, wisata di Bromo nya mending
naik Jip aja. Bisa ngirit waktu juga. Seharian udah bisa ngunjungi beberapa
spot wisata sekaligus, seperti: Puncak Pananjakan, Kawah Bromo, Pasir Berbisik,
Padang Savana, Bukit Teletubies, dll. Bahkan dikebut dalam setengah hari pun
juga masih bisa keburu buat ngunjungin semuanya. Itu kalo pake jip. Tapi kalau agan
mau yang antimainstream mah, mau hiking aja juga gapapa. Mangga wae :D
Kesalahan
2 : Selamat datang di Bukit Harapan!
Kesalahan kami terus berlanjut. Lagi-lagi ini
akibat kurangnya survey informasi plus kurang pengalaman. Jadinya kita ga
begitu tau medan yang akan kita tempuh disana itu seperti apa. And you know
what? Ternyata mayoritas area Bromo itu adalah bukit pasir pemirsah. Yup, bukit
pasir berwarna hitam! Sepertinya ini terbentuk akibat aktivitas vulkanik gunung
berapi di area tersebut.
Tau rumus jalan kaki di daerah bukit pasir? Ane
baru tau pas udah nyampe sana. Rumusnya adalah: 2-1 atau 3-1. Artinya setiap
kita mendaki 2 langkah atau 3 langkah, itu sejatinya kita baru maju cuman 1
langkah doang. Karna pasir yang baru aja kita injek tersebut akan turun lagi
secara sukarela ke bawah. Sedangkan untuk daerah yang relatif rata, maka
seringkali setiap melangkah, kaki kita akan tenggelam ke bawah hinggga mata
kaki. Ughh, ada-ada aja. Kebayang dong gimana usaha yang mesti kita tempuh
untuk berjalan di area bukit pasir ini. Mesti ekstra keras, mesti ekstra
langkah. Tadinya mau sambil ngesot aja, biar ga capek. Ternyata juga ga bisa.
Pasirnya panas gan.
Inilah pertama kalinya ane menempuh perjalanan
kaki di daerah padang pasir. Udah serasa berada di negeri Arab aja. Cuma yang
ini warna pasirnya hitam/abu-abu tua, bukan kuning/cream. Saat itulah ane
akhirnya berkenalan dengan yang namanya “Bukit Harapan”.
Mengapa dinamakan “bukit harapan”? Adalah karena
area tersebut dipenuhi dengan gundukan-gundukan pasir yang berisi penuh dengan
harapan-harapan. Lebih tepatnya harapan-harapan palsu!
Jadi biar cepet nyampe dan ga muter-muter, maka dari
Pasir Berbisik menuju ke Kawah Bromo, kita sepakat mengambil jalur lurus aja.
Jalur paling pendek. Meski harus naik-turun melintasi beberapan gundakan bukit
pasir. Terlihat seolah-olah mudah, padahal mah nggak (that’s why we call it:
Bukit Harapan). Setiap berhasil mendaki satu-dua bukit, nah pas di puncak bukit
itulah kita baru bisa nyontek rute ke gundakan pasir berikutnya. Tidak semulus
yang dibayangkan. Kita mesti muter-muter menghindari jurang curam disepanjang
perjalanan. Serasa berada di suatu labirin. Cuma labirin ini kita puter-puter
ga hanya kiri-kanan aja, tapi juga mesti naik-turun, atas-bawah.
Apesnya, kita baru ngeh telah dikerjain
habis-habisan oleh bukit pasir tersebut setelah berhasil melewati beberapa
gundakan bukit pasir. Benteng pertahanan bukit pasir ini seperti
berlapis-lapis. Setiap berhasil melewati satu-dua puncak bukit pasir, muncul
lagi gundakan-gundakan bukit pasir berikutnya. Rasanya kita udah cukup lama
berjalan, tapi ini kok ga kunjung mendekat ke area kawah. Alih-alih setengah
perjalanan, seperempat perjalanan pun kita belum sampai. Padahal udah sejam
lebih berjalan kaki. Cuma dipimpong oleh puncak bukit pasir satu ke puncak-puncak
bukit pasir lainnya. Menjelang pertengahan perjalanan, jurangnya makin besar
dan makin curam. Padahal dari arah pasir berbisik menuju kawah semua terlihat
mulus. Cuma terlihat mesti melintasi 3-4 gundakan bukit pasir doang. Ga taunya
ternyata penuh jebakan. Singkat cerita akhirnya kita berhasil nyampe di lokasi
kawah sekitar jam setengah 8 malam. _._!
Akibat dari
kesalahan tersebut:
- Kita ga nyampe di area kawah tepat waktu (saat
siang/sore hari). Terlalu banyak ngabisin waktu perjalanan muter-muter ga jelas
di gundakan-gundakan bukit pasir. Udah keburu malam baru nyampe kawah.
Hikmah yang
dapat diambil:
- Merasakan gimana sensasinya masuk labirin bukit
pasir. Sungguh menguji nyali dan sangat menguji kesabaran.
- Merasakan dan melihat kawah Bromo di malam
hari. Berada di bibir kawah, tanpa hiruk pikuk keramaian pengunjung. Cuma
ditemani suara angin malam, butiran pasir yang berterbangan, plus cahaya bulan
purnama. Sensasinya beda banget gan. Syeerreeem..-_-
Belajar
dari kesalahan:
- Jika belum tau pasti soal rute yang akan
ditempuh ketika berada di medan bukit pasir, lebih baik milih jalan yang lebih
rata saja. Sekalipun itu muternya cukup jauh. Percayalah itu jatuhnya akan jauh
lebih cepat dari pada nekat melintasi Bukit Harapan.
- Kalau ga penting-penting amat, jangan ke kawah
malam-malam deh. Mending siang-siang aja. Paur euy.
Kesalahan
3 : Gunung Pananjakan 1 vs Gunung Pananjakan 2
Di waktu subuh kami sudah bongkar tenda dan
berkemas. Udara cukup dingin, menusuk tulang. Namun kami mesti segera bergegas melanjutkan
hiking ke puncak Gunung Pananjakan. Untuk melihat sunrise dari puncaknya.
Dengan bermodal peta Bromo yang ane dapet dari Mbah Google ane melihat satu
jalur khusus antara Cemoro Lawang dan Gunung Pananjakan. Terlihat dekat, tidak
terlalu jauh.
Garis putus-putus dari Cemoro Lawang ke Gunung Pananjakan inilah yang kami jadikan acuan rute hiking waktu itu. |
Sebelum kaki melangkah jauh kami sempat bertanya untuk
memastikan arah jalan terlebih dahulu kepada seorang Bapak-bapak penjual
bandrek yang kebetulan lewat. Gunung Pananjakan mana dek? Pananjakan 1 apa
pananjakan 2? Tanya bapak-bapak tersebut. Ane pun bingung mau pilih yang mana. Ga
ada keterangan lebih detail di peta. Emang lebih bagus mana pak? Tanya ane. Dua-duanya
bagus, kalau Pananjakan 1 lewat sana, kalau pananjakan 2 lewat sana. Kata si
bapak sambil menunjuk ke arah yang saling berlawanan. Cuma yang Pananjakan 2 lebih terjal dan jalannya putus, ga bisa
lewat. Duh ane makin bingung. Akhirnya kami sepakat untuk mengambil rute ke
bawah sesuai petunjuk di peta.
Ternyata rute yang kita tempuh adalah rute yang
cukup berat dan panjang. Lagi-lagi kami harus menempuh rute padang pasir
kembali, plus ada semak belukarnya, dan terakhir menempuh rute pendakian.
Akibat dari
kesalahan tersebut:
- Rute yang panjang dan lama membuat kami tidak
keburu mencapai puncak Gunung Pananjakan saat menjelang sunrise.
Hikmah yang
dapat diambil:
- Walaupun tidak keburu nyampe puncak, namun kami
masih sempat menikmati pemandangan sunrise saat berada di lereng gunung
pananjakan. Benar-benar indah dan mempesona. Alhamdulillah kami masih dapat
menikmati keindahan “Negeri di Atas Awan” ini..
Negeri di atas awan?
Persepsi yg ane tangkap waktu itu kira2 seperti ini:
"Menjelang matahari terbit pemandangan dari atas gunung terlihat semua tertutup kabut putih. Sama sekali ga terlihat pemandangan dibawah satupun, semua tertutup kabut. Lalu seiring pergerakan terbitnya matahari dan mulai terik, perlahan-lahan kabut tersebut bergerak semakin menipis ke bawah. Jadi negeri yang berada di bawah tersebut seolah-olah sedang terangkat naik dan seolah-olah sedang berada di atas awan (awan kabut). Fenomena ini hanya berlangsung dalam kurun waktu yang sangat singkat. Ane perkirakan hanya sekitar 10-15 menit saja. Namun sungguh mempesona. Masyaallah."
Persepsi yg ane tangkap waktu itu kira2 seperti ini:
"Menjelang matahari terbit pemandangan dari atas gunung terlihat semua tertutup kabut putih. Sama sekali ga terlihat pemandangan dibawah satupun, semua tertutup kabut. Lalu seiring pergerakan terbitnya matahari dan mulai terik, perlahan-lahan kabut tersebut bergerak semakin menipis ke bawah. Jadi negeri yang berada di bawah tersebut seolah-olah sedang terangkat naik dan seolah-olah sedang berada di atas awan (awan kabut). Fenomena ini hanya berlangsung dalam kurun waktu yang sangat singkat. Ane perkirakan hanya sekitar 10-15 menit saja. Namun sungguh mempesona. Masyaallah."
Belajar
dari kesalahan:
- Belajar dari pengalaman tersebut ane berkeyakinan
bahwa rute terbaik dan tercepat yang (seharusnya) dipilih untuk jalur hiking adalah
rute ke Gunung Pananjakan 2. Yakni rute yang
dikatakan oleh penjual bandrek tersebut medannya lebih terjal dan jalannya
putus. Jika mengikuti rute ini, maka perkiraan ane dari Cemoro Lawang hingga ke
Gunung Pananjakan jalurnya akan terus menanjak menyusuri sisi pegunungan. Tidak
perlu turun dulu melewati Lautan Pasir Bromo seperti yang kita lewati waktu itu.
Mudah-mudahan ane bisa menyusuri rute yang ini next time.
Kesalahan
4 : Jangan pernah sekalipun berani-berani mencoba berjalan kaki dari Bromo
tembus ke Semeru, pokoknya jangan aja!
Tepat pukul 8 pagi, setelah menikmati
pemandangan, sarapan, dan beristirahat di kisaran puncak Gunung Pananjakan,
kami pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Tujuan berikutnya adalah Semeru!
Lagi-lagi ini adalah rute dadakan..wakwkwk.. Walaupun sudah diberi anjuran oleh
beberapa penduduk lokal sana agar tidak memaksakan berjalan kaki dari Bromo ke
Semeru, karena terlalu jauh. Mereka menganjurkan naik ojek atau kendaraan roda
empat saja. Namun kami tetap penasaran ingin mencoba. Keputusan yang pada
akhirnya malah membuat kami jadi kewalahan sendiri..T.T
Setelah turun dari Gunung Pananjakan, kami kembali melintasi Lautan Pasir Bromo. Lalu sempat singgah di kawasan Pura. Lalu melanjutkan melintasi Padang Savana, Bukit Teletubies, hingga terus bergerak melintasi jalur Bromo - Jemplang. Area perlintasan yang tadinya berupa padang pasir yang luas mulai berubah menjadi jalan tanah setap yang sempit. Di keliling tumbuhan semak belukar di kiri-kanan jalan setapak.
Setelah turun dari Gunung Pananjakan, kami kembali melintasi Lautan Pasir Bromo. Lalu sempat singgah di kawasan Pura. Lalu melanjutkan melintasi Padang Savana, Bukit Teletubies, hingga terus bergerak melintasi jalur Bromo - Jemplang. Area perlintasan yang tadinya berupa padang pasir yang luas mulai berubah menjadi jalan tanah setap yang sempit. Di keliling tumbuhan semak belukar di kiri-kanan jalan setapak.
Tak terasa mataharipun mulai menggelincir. Namun
masih belum jelas ini posisi kami lagi dimana. Semakin sore, semakin jarang
ketemu dengan makhluk bernama manusia. Sepi banget. Tidak ada terlihat satu
batang hidung orang yang bisa kita tanya untuk meminta petunjuk jalan. Alunan
kendaraan pun hanya terdengar samar2, kadang ada kadang ga. Tidak ada jalan
aspal. Hanya melewati jalan setapak. Kiri-kanan terhampar kebun-kebun penduduk
di area perbukitan. Namun jauh dari area pemukiman. Duh..
Setelah solat magrib dan beristirahat sejenak, perjalanan
kembali kami lanjutkan. Tak disangka-sangka keajaiban kecil pun datang.
Keajaiban yang membuat kami akhirnya bisa sampai di jemplang malam itu juga.
Saking berkesannya kisah yang satu ini, insyaallah akan ane tulis di tulisan
berikutnya: Keajaiban Kecil di Puncak Kusumo (masih draft gan..hehe..)
Akibat dari
kesalahan tersebut:
- Akibat memaksakan hiking dari Bromo ke Semeru,
energi kita sudah terkuras habis, terforsir banget. Besoknya kita hanya sanggup
muter-muter dikisaran Kota Malang doang. Itupun sudah sambil teler, ngantuk,
dan capek berat. Bahkan temen ane sempat membanting HP-nya di atas angkot. Saking
molor nya..wakwkwk..
Hikmah yang
dapat diambil:
- Kami jadi tahu bagaimana rasanya melintasi rute
antara Bromo dan Semeru dengan berjalan kaki. Gempooor!! Namun pemandangan yang
terhampar di sepanjang perjalanan cukup indah dan masih natural.
- Beruntungnya waktu itu kami tidak jadi melanjutkan
hiking ke Semeru. Belakangan kami baru mengetahui bahwa untuk ke Semeru
setidaknya kami mesti spare waktu sekitar 4 hari 3 malam. Itu pun mesti
dilengkapi peralatan hiking yang lebih memadai, karena medannya adalah gunung
berapi yang masih aktif. Sedangkan saat itu waktu yang tersisa cuma tinggal 1
hari 1 malam lagi menjelang jadwal kepulangan kami dari Malang ke Jakarta.
Mudah-mudahan besok lusa kami berkesempatan mengunjungi Semeru.
Belajar
dari kesalahan:
- Sebaiknya rute hiking ke Bromo dan rute hiking ke
Semeru dilakukan terpisah, jangan digabung dalam 1 trip. Apalagi jika full
berjalan kaki tanpa kendaraan. Karena jarak antar kedua gunung tersebut cukup
berjauhan, meskipun terlihat sangat dekat (kalau di peta..:P). Selain itu
walaupun masih dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, ke dua gunung
tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda. Sehingga membutuhkan persiapan
dan peralatan traveling/hiking yang berbeda juga.
Its not
about "DESTINATION", but "JOURNEY"
Pernah baca kalimat ini entah dimana. Dan kalimat
ini ada benarnya gan. Setidaknya itulah yang ane rasakan selama menempuh
perjalanan ke Bromo ini. Ada beberapa destinasi yang gagal kita capai di waktu
yang tepat seperti:
- Gagal mencapai kawah bromo di siang/sore hari. Baru nyampe justru malem-malem.
- Gagal mencapat puncak gunung pananjakan saat menjelang sunrise. Tapi masih dapet menikmati sunrise di lereng gunung.
- Gagal melanjutkan hiking ke Semeru. Yah alhamdulillah ga jadi, karena sikon fisik dan perlengkapan kita waktu itu juga kurang mendukung.
- Dan lain-lain..
Jika kami berorientasi kepada destinasi maka bisa
dikatakan trip kami ini adalah trip GAGAL. Sebaliknya jika kami berorientasi
kepada JOURNEY, maka ini adalah trip yang sungguh berkesan. Begitu banyak
pengalaman berharga yang kami dapatkan seperti:
- Berinteraksi langsung dengan penduduk lokal
- Melakukan tawar menawar harga dengan calo-calo nakal yang suka bikin eneg. Bahkan wisatawan asing pun udah kenal dengan ciri oknum calo yang seperti ini, mereka menyebutnya dengan istilah: “driver’s trick”
Lalu ane juga jadi mendapatkan beberapa info-info unik, fakta, mitos, serta pengalaman berkesan, seperti:
- Ternyata ada satu suku bangsa yang baru ane kenal, bernama Suku Tengger
- Suku Tengger ini bermukim di sekitar Bromo, dan hidup agak terisolir dengan daerah sekitar.
- Mayoritas Suku Tengger beragama Hindu, sekalipun yang wanita banyak yang pakai kerudung (terlihat seperti umat Islam).
- Orang Tengger tidak boleh berbohong karena jika berbohong maka mereka akan mendapat “karma”. Tapi orang tengger justru banyak yang “tidak jujur” nya. Info ini ane dapatkan justru berdasarkan pengakuan dari penduduk asli tengger sendiri (perlu ane sampaikan disini supaya agan-agan selalu waspada dan tidak mudah percaya begitu saja kepada seseorang selama di perjalanan ke tempat-tempat yang belum pernah dikunjungi, apalagi dengan orang yang baru dikenal maupun yang idak dikenal, agar tidak menjadi korban 'ketidakjujuran" seseorang atau beberapa orang yg berniat jahat terhadap para traveler)
- Walaupun banyak yang ngibul, bukan berarti semua orang tengger itu tidak baik. Ane menemukan beberapa penduduk lokal yang baik dan jujur. (Ya intinya setiap daerah pasti ada orang baik dan orang tidak baiknya, tinggal di kita nya mesti pinter-pinter aja berinteraksi dengan berbagai tipikal manusia di sekeliling kita)
- Harga bensin cukup mahal di Bromo. Jauhnya akses untuk membeli bensin menjadi penyebab utama. Mungkin juga inilah yang menyebabkan ongkos transportasi disana cukup mahal, khususnya sewa jip dan ojek motor.
- Walaupun sama-sama bersuku dan berbahasa yang sama: Jawa. Namun orang probolinggo dan orang malang mempunyai karakteristik yang berbeda. Orang malang bahasa dan sifatnya jauh lebih halus dan sopan dibanding orang probolinggo. (kalau yg pendapat yg ini subjektif dan relatif yaa, belum tentu benar)
- Orang tengger adalah pejuang yang tangguh. Walaupun berkali kita tolak, namun tukang-tukang ojek disana tetap bersikeras menawarkan jasa ojeknya kepada kami. Bahkan mereka rela ikut2an menguntit perjalanan kita mulai dari pananjakan hingga ke bukit teletubis. Berkali-kali menawarkan ojek dengan penuh semangat. Berkali-kali juga kita tolak dengan bahasa halus dan penuh kesabaran..hiuuff..
Oya, beberapa hal yg ane tulis di atas adalah opini ane belaka, sesuai pengalaman perjalanan ane ke Bromo waktu itu. Opini ini benar-benar subjektif, relatif, dan tidak mutllak, bisa jadi benar ataupun salah. Hanya sekedar berbagi pengalaman, pengetahuan, dan informasi. Bukan untuk menilai baik atau buruknya seseorang atau suatu suku bangsa. Yaa..intinya setiap kelompok manusia tentu ada yang baik dan ada yang buruknya. Silahkan ambil yang baik-baik nya saja. Tinggalkan yang buruk-buruknya :)
Selain itu ane juga dapet seorang teman hiking di
perjalanan yang menggenapi jumlah anggota kita jadi 3 orang..(Hah, genap? Heelloooww...!?).
Dibalik sileut sunrise di lereng Gunung Pananjakan, Bromo |
Nice to see you Bromo. See you next time :)
No comments:
Post a Comment